Trump Tinjau Opsi Kirim Rudal Tomahawk ke Ukraina di Tengah Perang Hari ke-1.322

foto/istimewa

Sekilas.co – Perang antara Rusia dan Ukraina kini telah memasuki hari ke-1.322 pada Selasa (7/10/2025), menandai lebih dari tiga tahun sejak dimulainya invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Konflik yang berawal dari ketegangan historis ini terus berkembang menjadi salah satu perang terpanjang di Eropa modern, dengan dampak global yang meluas baik secara politik, ekonomi, maupun kemanusiaan.

Akar konflik antara kedua negara sebenarnya dapat ditelusuri sejak bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991. Rusia, sebagai pewaris utama Uni Soviet, memandang Ukraina sebagai bagian penting dari pengaruh geopolitiknya. Sementara itu, Ukraina memilih jalur kedaulatan yang lebih independen dan berusaha mempererat hubungan dengan Barat, khususnya Uni Eropa dan NATO. Perbedaan arah politik ini kerap menimbulkan ketegangan, terutama terkait isu perbatasan, identitas nasional, serta kepentingan keamanan kawasan.

Baca juga:

Situasi semakin memanas pada tahun 2014 ketika Revolusi Maidan menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych yang pro-Moskow. Pemerintahan baru di Kyiv yang lebih pro-Barat membuat Kremlin merasa terancam, hingga akhirnya Rusia mencaplok Semenanjung Krimea dan mendukung kelompok separatis di Donetsk dan Luhansk. Sejak saat itu, konflik bersenjata di wilayah Donbas tak pernah benar-benar reda.

Ketegangan mencapai puncaknya pada Februari 2022 ketika Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi penuh ke Ukraina. Ia beralasan bahwa operasi tersebut bertujuan untuk “mendenazifikasi” Ukraina, melindungi warga keturunan Rusia di Donbas, serta mencegah Ukraina bergabung dengan NATO, langkah yang menurut Kremlin akan mengancam keamanan nasional Rusia. Namun, klaim tersebut ditolak oleh komunitas internasional, yang menilai invasi Rusia sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dan kedaulatan negara lain.

Kini, setelah lebih dari seribu hari pertempuran, situasi di lapangan masih jauh dari kata damai. Pada Senin (6/10/2025), Ukraina dilaporkan melancarkan serangan besar ke wilayah Belgorod, Rusia. Serangan itu menewaskan sedikitnya dua orang dan menyebabkan gangguan listrik bagi ribuan rumah. Aksi tersebut disebut sebagai bentuk balasan terhadap gempuran harian Rusia yang menargetkan kota-kota dan infrastruktur energi Ukraina.

Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim berhasil menembak jatuh 251 drone Ukraina dalam satu malam, termasuk 30 unit di wilayah Belgorod. Meski begitu, beberapa roket tetap berhasil menghantam sasaran dan menimbulkan korban jiwa. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut serangan tersebut sebagai “tindakan pertahanan yang sah” atas agresi Rusia yang terus berlanjut, seperti dikutip dari laporan The Moscow Times.

Sementara itu, dari pihak Amerika Serikat, muncul perkembangan penting. Presiden AS Donald Trump tengah mempertimbangkan permintaan Ukraina untuk memperoleh rudal jelajah Tomahawk. Dalam pernyataannya, Trump menegaskan bahwa ia ingin terlebih dahulu memahami secara rinci bagaimana Ukraina berencana menggunakan senjata tersebut sebelum memberikan persetujuan. Ia menekankan pentingnya menghindari eskalasi konflik yang dapat memicu perang langsung antara NATO dan Rusia.

Permintaan ini disampaikan langsung oleh Presiden Zelenskyy melalui jalur diplomasi dengan beberapa negara Eropa yang menjadi sekutu AS. Rudal Tomahawk, yang memiliki jangkauan hingga 2.500 kilometer, berpotensi mengubah dinamika medan perang karena mampu mencapai target jauh di dalam wilayah Rusia, termasuk Moskow. Namun, rencana ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan diplomat Barat, mengingat dampak strategis dan politik yang dapat muncul jika Ukraina benar-benar menggunakan senjata berdaya jelajah tinggi tersebut.

Hingga kini, belum ada keputusan final dari Gedung Putih terkait permintaan tersebut. Namun, langkah ini menandakan bahwa konflik Rusia-Ukraina masih berpotensi meningkat di tengah upaya diplomatik yang belum menunjukkan hasil konkret menuju perdamaian.

Artikel Terkait