sekilas.co – Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, menyoroti rencana Presiden Prabowo Subianto membentuk badan atau satuan tugas rehabilitasi dan rekonstruksi bagi korban terdampak bencana di Sumatera.
Menurut Eko, pemerintah pusat perlu memperhatikan dua hal utama terkait pembentukan badan tersebut, yakni mandat otoritas dan akuntabilitas penganggaran. “Yang pertama adalah otoritas eksekusi, yang kedua adalah penganggaran. Penganggarannya harus di level nasional,” kata Eko kepada Tempo, 17 Desember 2025.
Eko menilai pemerintah pusat selama ini masih menempatkan mandat otoritas rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah, sebagaimana terjadi pada fase tanggap darurat bencana. Pada masa darurat, kata dia, pemerintah pusat cenderung enggan mengambil alih penanganan dan hanya memposisikan diri sebagai pendamping pemerintah daerah.
“Tentunya hanya urusan rehabilitasi dan rekonstruksi kontrol pusat itu dilakukan. Apakah efektif atau tidak tergantung diberi mandat apa,” ujarnya.
Dosen Vulkanologi dan Manajemen Bencana Geologi UPN Yogyakarta itu menegaskan, apabila mandat badan rehabilitasi dan rekonstruksi hanya sebatas koordinasi, maka upaya pemulihan tidak akan berjalan optimal. Karena itu, badan tersebut harus memiliki kewenangan kuat dalam pengambilan keputusan, penganggaran, serta mobilisasi sumber daya di tingkat nasional.
“Jangan hanya mekanisme koordinasi, tetapi harus memiliki kekuatan untuk memutus rantai birokrasi di kementerian. Ini yang perlu dilakukan,” katanya.
Dengan tingkat bencana di Sumatera yang dinilai lebih parah dibandingkan tsunami Aceh, Eko menekankan badan rehabilitasi dan rekonstruksi harus dibekali kewenangan yang kuat. Dari sisi penganggaran, pemerintah pusat tidak boleh hanya berfokus pada perbaikan infrastruktur, tetapi juga pada pemulihan kerugian sosial, ekonomi, dan ekologis.
Ia juga menyarankan Presiden Prabowo memberlakukan moratorium terhadap berbagai aktivitas yang merusak lingkungan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat agar proses pemulihan berjalan efektif. “Kalau tidak, nanti kegiatan pemulihan ini tidak akan efektif dan justru maju mundur karena gangguan tersebut,” ujarnya.
Eko menambahkan, pemerintah pusat perlu melibatkan pemerintah daerah di tingkat provinsi, kabupaten, hingga masyarakat adat dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Selama masa tanggap darurat, menurutnya, pemerintah pusat cenderung abai terhadap kondisi pemerintah daerah yang sebenarnya sudah kewalahan.
Untuk menjamin penganggaran yang akuntabel dan transparan, Eko juga mendorong pelibatan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Ini penting agar rehabilitasi dan rekonstruksi tidak menjadi ladang korupsi,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan membentuk badan atau satuan tugas rehabilitasi dan rekonstruksi korban terdampak bencana di Sumatera.
“Kami sudah merencanakan segera membentuk badan atau satgas rehabilitasi dan rekonstruksi,” kata Prabowo dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 15 Desember 2025.
Presiden juga berjanji membangun hunian sementara dan hunian tetap bagi korban terdampak bencana. Ia menyampaikan laporan dari Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait bahwa sebanyak 2.000 rumah akan mulai dibangun pada Ahad. “Kemungkinan rumah ini bisa langsung menjadi rumah tetap,” ujarnya.
Prabowo juga akan menerbitkan instruksi presiden (Inpres) yang mengatur rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah terdampak banjir di Sumatera. Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto mengatakan aturan tersebut tengah dirampungkan.
“Instruksi itu ditujukan kepada beberapa menteri, kepala lembaga, serta gubernur, bupati, dan wali kota,” kata Bambang saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 6 Desember 2025.
Menurut Bambang, presiden dijadwalkan meneken inpres tersebut pada Senin atau Selasa, 8 atau 9 Desember 2025. Aturan itu akan mencakup perbaikan dan pembangunan hunian masyarakat yang rusak, serta perbaikan infrastruktur dan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya.
Fase rehabilitasi dan rekonstruksi akan menandai berakhirnya masa tanggap darurat bencana. Sebelumnya, pemerintah menetapkan masa tanggap darurat bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera pada Kamis, 27 November 2025. Meski demikian, Bambang menyebut masa tanggap darurat masih dapat diperpanjang sesuai kondisi di lapangan.





