sekilas.co – Dua mahasiswa asal Kota Solo, Aufaa Luqmana Re A dan Arkaan Wahyu Re A, mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 23 huruf b Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketentuan tersebut mengatur larangan rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri.
Keduanya merupakan anak dari advokat sekaligus Ketua Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Aufaa tercatat sebagai mahasiswa semester pertama Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), sedangkan Arkaan merupakan mahasiswa tingkat akhir di Universitas Sebelas Maret (UNS).
Saat ditemui di Solo pada Senin, 15 Desember 2025, Boyamin menegaskan bahwa permohonan tersebut diajukan atas inisiatif pribadi kedua anaknya. Ia menyebut para pemohon mengajukan permohonan tanpa pendampingan kuasa hukum, sementara dirinya hanya berperan sebagai juru bicara.
“Mahkamah Konstitusi memang telah memutuskan bahwa menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan. Namun kami mengajukan permohonan agar ada pengecualian untuk jabatan tertentu supaya tidak menimbulkan kegaduhan hukum,” ujar Boyamin.
Permohonan yang diajukan Arkaan telah teregister di MK dengan nomor perkara 236/PUU-XXIII/2025. Gugatan tersebut menyoal rangkap jabatan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas). Permohonan ini diterima MK pada 1 Desember 2025.
Sementara itu, permohonan Aufaa tercatat dengan nomor perkara 240/PUU-XXIII/2025. Gugatan tersebut berkaitan dengan rangkap jabatan Menteri Investasi Rosan Perkasa Roeslani sebagai Kepala Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara, dan diterima MK pada 5 Desember 2025.
Boyamin menjelaskan bahwa Pasal 23 huruf b UU Kementerian Negara secara jelas melarang menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris atau direksi perusahaan, maupun pimpinan organisasi yang pendanaannya bersumber dari APBN atau APBD. Namun, para pemohon meminta agar terdapat pengecualian untuk dua jabatan yang saat ini dipegang Menteri Pertanian Amran dan Menteri Investasi Rosan.
“Kami meminta Mahkamah Konstitusi memberikan pengecualian. Menteri Pertanian dapat merangkap sebagai Kepala Badan Pangan Nasional, dan Menteri Investasi diperbolehkan merangkap Kepala Danantara,” kata Boyamin.
Menurutnya, rangkap jabatan di sektor-sektor strategis diperlukan untuk memotong jalur birokrasi dan mempercepat proses pengambilan kebijakan. Ia menilai pengelolaan pangan nasional maupun investasi negara membutuhkan kepemimpinan yang responsif dan terintegrasi.
“Jika semuanya harus melewati birokrasi panjang, itu justru mengulang masalah lama—lambat, tidak efisien, dan hanya terlihat sibuk,” ujarnya.
Boyamin menambahkan, Danantara sebagai badan investasi strategis negara membutuhkan kewenangan langsung agar tidak tersendat oleh prosedur administratif. Ia menegaskan permohonan ini tidak dimaksudkan membuka celah konflik kepentingan, seraya menyebut praktik serupa juga diterapkan di sejumlah negara seperti Singapura, China, Prancis, dan Korea Selatan dengan mekanisme pengawasan yang ketat.
“Rangkap jabatan sering dianggap tabu karena rawan korupsi. Namun jika dibatasi dan diawasi secara ketat, justru dapat mempercepat pelayanan publik dan pembangunan,” katanya.
Aufaa menyampaikan bahwa pengajuan uji materi ini merupakan bagian dari proses pembelajarannya dalam memahami hukum tata negara. “Saya masih mahasiswa semester satu dan masih perlu banyak belajar. Ini murni untuk kepentingan akademik,” ujarnya.
Sementara Arkaan berpendapat bahwa rangkap jabatan diperlukan agar Danantara dapat bergerak lebih cepat dan efektif dalam mengelola dana publik. “Danantara mengelola uang pajak rakyat. Jika birokrasi terlalu panjang, dampak kerugiannya akan dirasakan langsung oleh masyarakat,” kata Arkaan.





