Peringatan Presiden Korea Selatan Risiko Bentrokan Tak Sengaja dengan Korea Utara dan Dampaknya

foto/istimewa

Sekilas.co – Presiden Korea Selatan, Lee Jae Myung, kembali mengingatkan publik tentang meningkatnya risiko bentrokan antara Korea Selatan dan Korea Utara.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah Pyongyang memutus seluruh jalur komunikasi, membuat hubungan kedua negara kembali berada dalam kondisi sangat sensitif.

Baca juga:

Dalam perjalanan pulang dari Afrika Selatan menuju Turki usai menghadiri KTT G20, Lee menegaskan bahwa hubungan antar-Korea kini berada pada situasi yang “sangat bermusuhan dan konfrontatif”.

Ia menilai kondisi ini sebagai fase paling serius dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan bahwa ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan telah melampaui batas kewajaran.

Sejak dilantik pada Juni lalu, Lee telah berupaya menurunkan eskalasi dengan menawarkan dialog tanpa syarat, pendekatan yang berbeda dari pemerintahan konservatif sebelumnya. Namun hingga kini, Korea Utara belum memberikan respons apa pun.

“Kita bahkan tidak memiliki tingkat kepercayaan dasar,” kata Lee.

Ia menambahkan bahwa Pyongyang terus mengumbar pernyataan keras dan mengambil langkah ekstrem, termasuk memasang kawat berduri berlapis tiga di sepanjang perbatasan.

Lee menilai situasi saat ini sebagai fase yang sangat berbahaya.

“Kita tidak tahu kapan bentrokan tak sengaja bisa terjadi,” ujarnya.

Peringatan tersebut disampaikan sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi bentrokan militer di Semenanjung Korea apabila kondisi ini terus dibiarkan tanpa komunikasi.

“Seluruh jalur komunikasi kini terputus. Mereka menolak segala bentuk dialog dan kontak. Ini situasi berisiko tinggi,” tambahnya. Meski begitu, Lee menegaskan bahwa Seoul tetap membuka kesempatan untuk berdialog kapan saja.

“Kita berdialog dengan banyak negara lain, lalu mengapa tidak dengan Korea Utara? Sekarang saatnya saling bertukar pandangan. Kami mendukung normalisasi hubungan,” kata Lee.

Pemerintah Korea Selatan juga baru-baru ini mengusulkan pembicaraan militer guna mencegah insiden di wilayah perbatasan, menjadi tawaran pertama dalam tujuh tahun terakhir.

Namun Korea Utara merespons dengan kecaman keras terhadap kesepakatan Seoul–Washington mengenai pembangunan kapal selam bertenaga nuklir.

Pyongyang menilai kerja sama tersebut berpotensi menciptakan “efek domino nuklir” dan menganggapnya sebagai bukti adanya niat konfrontatif dari kedua negara.

Artikel Terkait