Kerusakan Hutan Jadi Sorotan, DPR Tekan Menhut Raja Juli Bertanggung Jawab

foto/istimewa

Sekilas.co – Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyampaikan pembelaannya kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Raja Juli Antoni terkait isu kerusakan hutan yang terus menjadi sorotan publik.

Menurut Firman, kerusakan parah pada kawasan hutan di Indonesia bukanlah persoalan yang muncul dalam waktu singkat, melainkan telah berlangsung selama puluhan tahun sejak era reformasi. Karena itu, ia menilai tidak adil apabila seluruh beban tanggung jawab kini diarahkan hanya kepada menteri yang baru menjabat.

Baca juga:

“Pak Menteri (Raja Juli Antoni) ini posisinya hanya kebagian cuci piring. Makanya saya bela. Waktu beliau diminta untuk melakukan ‘tobat nasuha’ pun saya ikut membela. Kerusakan hutan yang terjadi sekarang bukan masalah setahun atau dua tahun saja. Setelah reformasi, hutan kita sudah hancur pelan-pelan,” kata Firman dalam Rapat di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Firman menegaskan bahwa kerusakan ekologis dan deforestasi yang meluas merupakan akumulasi dari kebijakan serta praktik pengelolaan hutan yang kurang tepat selama bertahun-tahun. Karena itu, ia mengingatkan agar kritik diarahkan secara proporsional dan solusi difokuskan pada perbaikan bersama, bukan dengan mencari kambing hitam.

Lebih jauh, Firman turut menyinggung kebijakan reforma agraria yang menurutnya menjadi salah satu faktor percepatan kerusakan hutan dan meningkatkan risiko bencana alam di berbagai wilayah Indonesia. Ia meminta pemerintah mengevaluasi kembali implementasi kebijakan tersebut agar tidak semakin memperparah kondisi lingkungan.

“Hentikan reforma agraria yang tidak terkontrol. Ini juga menjadi salah satu penyebab kawasan hutan kita rusak,” tegasnya.

Firman lalu menggambarkan betapa rentannya kondisi geografis Indonesia. Ia bahkan merasakan langsung situasi tersebut ketika harus melintasi wilayah rawan bencana, terutama yang mudah terpapar longsor.

“Saya miris, Pak. Bukan hanya di Sumatera, kami yang sering melintas jalur Puncak saja kadang merasa takut karena rawan longsor. Kadang kita bingung harus lewat mana kalau tiba-tiba ada jalan yang putus seperti di Aceh,” ungkapnya.

Ia menilai rangkaian bencana yang terjadi di wilayah Sumatera Barat, Sumatera Utara, hingga Aceh seharusnya menjadi pengingat keras bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk mengutamakan keselamatan lingkungan dibanding kepentingan ekonomi. Firman mengaku kecewa masih ada aktivitas penebangan dan pengangkutan kayu di tengah kondisi darurat tersebut, meski secara legal masih mengantongi izin.

“Dalam kondisi bencana yang begitu memprihatinkan, masih ada yang terus mengangkut kayu. Walaupun mereka punya izin, itu menunjukkan tidak adanya sense of crisis. Ini bentuk pelecehan kepada negara, juga kepada masyarakat yang sedang menderita di Sumbar, Sumut, dan Aceh,” ujarnya dengan nada tegas.

Karena itu, Firman meminta Menteri Kehutanan untuk tidak ragu mengambil langkah hukum yang tegas terhadap para pemegang izin usaha pemanfaatan hutan yang tetap beroperasi tanpa memperhatikan situasi di lapangan.

“Kalau perlu, cabut izinnya. Tindakan tegas perlu dilakukan untuk menyelamatkan hutan kita,” pungkasnya.

Artikel Terkait