sekilas.co – Pesan berantai beredar di berbagai grup WhatsApp pegawai Kementerian Pertanian sepanjang Sabtu, 25 Oktober 2025. Pesan itu muncul dalam dua versi panjang dan pendek yang berisi instruksi kepada seluruh pegawai untuk memberikan “dislike” serta melaporkan tayangan di kanal YouTube Tempodotco tentang Amran Sulaiman sebagai “misinformasi.”
Tayangan tersebut merupakan segmen Tukang Kupas Perkara, yang membahas gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo senilai Rp200 miliar. Dalam video itu, tampil percakapan antara pengacara Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers, Mustafa Layong, dan Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Erick Tanjung.
Keduanya membahas gugatan perdata yang diajukan Amran Sulaiman ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas pemberitaan Tempo edisi 16 Mei 2025. Gugatan itu menyoal sampul majalah berjudul “Poles-poles Beras Busuk”, yang memuat laporan mengenai capaian Bulog menyerap gabah petani hingga 4 juta ton—angka tertinggi dalam sejarah.
Capaian tersebut tak lepas dari kebijakan Bulog yang menyerap seluruh gabah petani tanpa mempertimbangkan kualitas, dengan menerapkan satu harga, yakni Rp6.500 per kilogram. Cara ini berhasil menambah stok beras Bulog yang biasanya tak lebih dari 1,5 juta ton. Namun, sejumlah petani dan pengamat pangan menilai kebijakan any quality itu menyebabkan stok melimpah di gudang Bulog hingga berujung pada kerusakan beras.
Selain persoalan penyimpanan, kebijakan satu harga juga mendorong petani mencampur gabah berkualitas rendah dan tinggi, bahkan menyiramnya agar beratnya bertambah. Tak jarang, gabah yang dijual tercampur tanah atau dipanen sebelum matang. Dalam laporan tersebut, Menteri Amran juga mengakui adanya beras yang rusak.
Namun, Ketua Tim Komunikasi Kementerian Pertanian, Wahyu Indarto, melaporkan sampul berita tersebut ke Dewan Pers. Ia mempersoalkan, antara lain, penggunaan kata “busuk” pada sampul itu. Redaktur Eksekutif Tempo, Yandhrie Arvian, menjelaskan bahwa pilihan kata tersebut didasarkan pada temuan dalam laporan serta sesuai dengan makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), di mana “busuk” berarti rusak dan berbau tidak sedap.
Dewan Pers menolak argumen itu dan menilai judul tersebut mengandung opini, sehingga merekomendasikan agar diubah. Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers terbit pada 16 Juni 2025. Tempo melaksanakan rekomendasi itu sehari kemudian dengan mengganti judul sampul menjadi “Main Serap Gabah Rusak” di seluruh kanal media sosial, sekaligus menyampaikan permohonan maaf kepada pihak pengadu.
Kendati demikian, Menteri Amran Sulaiman tetap melanjutkan gugatan ke pengadilan. Upaya mediasi oleh pengadilan gagal karena Amran tak pernah hadir dalam lima kali pertemuan. Saat ini, sidang telah memasuki tahap pembuktian setelah kedua pihak menyampaikan duplik dan replik.
Menurut Mustafa Silalahi, host segmen Tukang Kupas Perkara, Tempo telah mengundang Menteri Amran atau perwakilannya untuk hadir dalam tayangan tersebut. Namun, surat permintaan menjadi narasumber tak mendapat balasan hingga video itu tayang di kanal YouTube, yang kemudian dibanjiri komentar dukungan terhadap Amran Sulaiman.
Di grup WhatsApp pegawai Kementerian Pertanian, selain berisi instruksi untuk memberikan dislike dan report, juga terdapat ajakan menulis komentar tentang prestasi Amran dalam swasembada pangan, pemberantasan mafia pangan, serta keberpihakan kepada petani. Pesan tersebut ditutup dengan permintaan agar anggota grup mengisi absen bagi yang telah berpartisipasi.
Tempo memperoleh tangkapan layar dari salah satu grup Kementerian Pertanian yang memuat pesan tersebut. Dua pegawai di grup berbeda membenarkan adanya pesan itu, dan mengatakan versi panjangnya telah dihapus serta diminta untuk tidak disebarkan lagi.
Hingga Ahad dini hari, 26 Oktober 2025, tayangan berjudul “Amran Sulaiman Menggugat Tempo Rp200 Miliar” di kanal YouTube Tempodotco telah ditonton lebih dari 134 ribu kali, dengan 6.500 komentar. Mayoritas komentar berisi pujian untuk Amran.
Akun @ychandra1736, misalnya, menulis: “Jurnalis itu harus berpihak kepada masyarakat, khususnya petani, bukan jadi corong mafia pangan. MAJU PAK AMRAN, KAMI MENDUKUNGMU.” Komentar itu dibalas akun @joshuawinata6532 dengan kalimat, “Yak, muncul 1 buzzer.” Akun @bacaricau5 turut menimpali, “Terpantau sudah banyak buzzer Kementan di kolom komentar ini, ehhehehehehe. Diminta komen sama atasan ya?”
Ada pula akun @desemjanuarilumbantoruan522 yang menulis komentar identik dengan isi pesan di grup WhatsApp pegawai Kementerian Pertanian: “Dislike, laporkan sebagai misinformasi, dan komen positif untuk Pak Mentan.”
Hingga Sabtu malam, Kepala Biro Humas Kementan Arif Cahyono dan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi Tempo terkait instruksi berantai tersebut.





