Kemenkomdigi Permintaan Data ke TikTok Semata-mata untuk Pengawasan

foto/ilustrasi

sekilas.co – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) mencabut pembekuan Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) TikTok setelah platform digital tersebut menyerahkan data yang diminta pemerintah. Pengumuman pencabutan status pembekuan platform media sosial asal Tiongkok ini disampaikan pada Sabtu, 4 Oktober 2025.

Sebelumnya, Kemenkomdigi meminta TikTok untuk menyerahkan data seperti traffic harian, eskalasi penggunaan fitur live, serta data pemberian gift dan monetisasi. Termasuk di dalamnya data yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi monetisasi dari akun-akun yang diduga terkait perjudian daring. Data-data tersebut terkait dengan aktivitas siaran langsung pengguna TikTok selama periode unjuk rasa akhir Agustus lalu.

Baca juga:

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemenkominfo, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa permintaan data tersebut bukan untuk melacak pengguna akun yang menyiarkan langsung demonstrasi yang berujung rusuh pada akhir Agustus 2025. Ia menegaskan bahwa permintaan data oleh pemerintah semata-mata bertujuan untuk pengawasan terhadap platform media sosial. “Pengawasan terhadap penyelenggara sistem elektronik. Para PSE apakah comply (ikut) terhadap aturan atau tidak,” ujar Sabar kepada Tempo, Sabtu, 4 Oktober 2025.

Kemenkominfo mengaitkan kewenangan meminta data dari platform digital dengan Pasal 21 ayat 1 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020. Regulasi tersebut mengatur kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat, termasuk TikTok, untuk memberikan akses terhadap sistem atau data elektronik kepada kementerian untuk keperluan pengawasan.

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum, menyatakan bahwa pemerintah memang berwenang meminta akses data ke platform digital. Namun, pengaturan permintaan data yang tercantum dalam Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 itu tidak memiliki batasan yang jelas. “Masalahnya dari awal munculnya regulasi itu, substansinya sangat bersifat karet,” ujar Nenden kepada Tempo, Sabtu, 4 Oktober 2025.

Dia menilai ada potensi penyalahgunaan wewenang oleh Kemenkominfo dengan meminta data elektronik dari TikTok. Nenden mengatakan penyalahgunaan wewenang tersebut berbahaya karena bisa mengarah pada pembatasan kebebasan berekspresi.

“Kami perlu mendorong agar mekanisme permintaan data oleh pemerintah dilakukan secara transparan, proporsional, dan akuntabel,” ujarnya. Menurut dia, keterbukaan itu penting agar kebijakan yang diambil pemerintah tidak merugikan masyarakat yang menggunakan TikTok sebagai media berekspresi.

Artikel Terkait