sekilas.co – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, mengungkapkan bahwa warga biasa, terutama keturunan campuran antara WNI dan WNA, sulit memperoleh status kewarganegaraan. Sementara itu, proses naturalisasi bagi pemain tim nasional (Timnas) olahraga dapat dilakukan dengan cepat.
Andreas menjelaskan, terdapat sejumlah kasus yang hingga kini belum terselesaikan, sehingga anak-anak dari perkawinan campur tersebut terjebak dalam status tidak jelas, bahkan menjadi stateless.
“Ketidakpastian status kewarganegaraan menimbulkan dampak serius, mulai dari anak-anak yang menjadi stateless, terhambatnya pendidikan, hingga hilangnya kesempatan kerja,” kata Andreas saat rapat bersama pemerintah membahas permasalahan kewarganegaraan di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, belakangan ini pihak DPR maupun pemerintah banyak melakukan naturalisasi terhadap orang-orang yang memiliki darah Indonesia dari berbagai latar belakang untuk menjadi pemain Timnas sepak bola, basket, atau olahraga lainnya. Proses naturalisasi ini relatif cepat karena adanya kepentingan negara.
Di sisi lain, orang-orang lain yang lahir di Indonesia atau memiliki darah keturunan satu tingkat di atasnya justru mengalami kesulitan untuk mendapatkan status kewarganegaraan.
“Jangan sampai hal ini menjadi salah satu bentuk diskriminasi yang dirasakan mereka, sehingga perlu menjadi perhatian kita semua,” tegas Andreas.
Ia juga menyoroti masalah dalam penerapan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menimbulkan tafsir berbeda, sehingga menimbulkan hambatan administratif terhadap peraturan pemerintah mengenai tata cara memperoleh kewarganegaraan.
“Anak-anak bangsa yang memiliki darah Indonesia, baik lahir di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak boleh kehilangan hak kewarganegaraan hanya karena kekeliruan administratif,” ujar Andreas.
Sementara itu, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Kementerian Hukum, Widodo, mengatakan bahwa sejak 2021 hingga 2025, pihaknya telah menyelesaikan 921 permohonan kewarganegaraan.
Kementerian Hukum juga melayani permohonan kewarganegaraan dari perkawinan campuran melalui mekanisme digital. Menurut Widodo, digitalisasi layanan menjadi terobosan penting untuk terciptanya birokrasi yang cepat dan efektif.
Ia menambahkan, perlindungan hukum bagi WNI yang menikah dengan WNA tetap terjaga, dengan tenggat waktu tiga tahun sejak tanggal perkawinan untuk mengajukan permohonan tetap menjadi WNI.
Untuk anak yang lahir dari perkawinan campuran, hak kewarganegaraan ganda diberikan terbatas sesuai peraturan. Pilihan kewarganegaraan harus diajukan paling lambat tiga tahun setelah anak berusia 18 tahun atau menikah.
“Jika tidak menyampaikan pernyataan memilih, berlaku ketentuan sebagai orang asing,” jelas Widodo.





