Sekilas.co – Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Pati akhirnya secara resmi merekomendasikan pemberhentian sementara Bupati Pati, Sudewo, menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).
Rekomendasi ini dibacakan secara resmi dalam Rapat Paripurna DPRD Pati pada Jumat, 31 Oktober 2025, dan menjadi puncak dari proses panjang penyelidikan internal Pansus. Pansus meminta DPRD untuk mencermati dugaan kasus rasuah ini secara serius, agar keputusan yang diambil benar-benar sesuai dengan aturan hukum dan aspirasi masyarakat.
“Mempertimbangkan ketentuan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” ujar Narso, perwakilan Pansus Hak Angket, saat membacakan rekomendasi. Pernyataan ini menegaskan bahwa langkah pemberhentian sementara Sudewo bukan keputusan sepihak, melainkan berdasar pada kerangka hukum yang jelas.
Dugaan korupsi di DJKA ini sebelumnya menjadi salah satu aduan warga yang menuntut Sudewo lengser dari jabatannya sebagai Bupati Pati. Meski demikian, Pansus tidak mendalami kasus ini secara rinci karena dugaan tersebut terjadi sebelum Sudewo menjabat sebagai Bupati.
“Namun, pada saat itu, Sudewo menjabat sebagai anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,” jelas Narso, politikus Partai Keadilan Sejahtera, menegaskan posisi Sudewo saat dugaan kasus terjadi.
Pansus menilai bahwa proses hukum yang hingga kini masih berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdampak signifikan terhadap jalannya pemerintahan di Kabupaten Pati. Salah satunya adalah krisis kepercayaan publik yang meluas, yang memengaruhi interaksi antara pemerintah daerah dan masyarakat. Hal ini juga menimbulkan keresahan publik terkait kredibilitas pemerintahan daerah, terutama dalam pengelolaan anggaran dan pembangunan infrastruktur.
Pansus Hak Angket ini sendiri dibentuk setelah terjadinya unjuk rasa besar yang menuntut pengunduran diri Sudewo pada 13 Agustus 2025. Aksi warga tersebut menyoroti dugaan maladministrasi dan ketidaktransparanan pemerintah daerah, selain kasus korupsi DJKA yang menjadi fokus utama.
Selama lebih dari dua bulan, Pansus melakukan kajian, mendalami dokumen, dan mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, tokoh politik, dan akademisi, sebelum akhirnya menyusun rekomendasi resmi.
Rapat Paripurna DPRD yang menyampaikan hasil rekomendasi Pansus ini diwarnai pengawalan ketat dari aparat keamanan dan ribuan warga Pati yang tetap memadati kawasan alun-alun kota. Massa aksi sempat membakar ban dan berorasi karena tidak bisa mendekat ke gedung DPRD yang dipagari kawat berduri.
Suasana tegang ini menegaskan tingginya perhatian publik terhadap keputusan DPRD terkait pemberhentian sementara Bupati Sudewo. Aksi warga ini juga menjadi simbol protes masyarakat terhadap dugaan korupsi dan kebutuhan akan pemerintahan yang bersih dan transparan.
Narso menambahkan, rekomendasi pemberhentian sementara Bupati Sudewo ini diharapkan menjadi langkah strategis DPRD untuk menjaga stabilitas pemerintahan Kabupaten Pati, sambil menunggu proses hukum yang sedang berjalan di KPK. “Keputusan ini bukan untuk menjatuhkan, tetapi untuk memastikan roda pemerintahan tetap berjalan dengan kredibilitas dan akuntabilitas yang terjaga,” katanya.
Sejumlah pengamat politik lokal menilai langkah Pansus Hak Angket ini merupakan bentuk pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah yang sesuai dengan mekanisme demokrasi. Mereka menekankan bahwa pemberhentian sementara bukanlah hukuman final, melainkan prosedur administratif untuk menjaga integritas pemerintahan sampai ada keputusan hukum yang sah.
Dengan rekomendasi ini, DPRD Pati kini memiliki dasar formal untuk mengambil keputusan lanjutan mengenai status Bupati Sudewo. Masyarakat dan pengamat politik pun menantikan langkah DPRD berikutnya, yang akan menjadi penentu arah pemerintahan Kabupaten Pati ke depan, baik dalam hal stabilitas politik maupun kepercayaan publik terhadap pejabat daerah.





