sekilas.co – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Teuku Faisal Fathani, menjelaskan bahwa siklon tropis Senyar yang memicu banjir besar di Sumatera terjadi akibat adanya anomali cuaca.
Teuku menuturkan bahwa Indonesia sebenarnya bukan wilayah yang rentan terhadap keberadaan siklon. Biasanya, siklon muncul di bagian utara atau di wilayah barat Samudra Pasifik. Umumnya, siklon terbentuk di utara Papua, kemudian bergerak melintasi Filipina sebelum akhirnya berakhir di Laut Cina Selatan. Itulah sebabnya Filipina dapat dilalui lebih dari sepuluh siklon setiap tahunnya.
Siklon juga tidak terbentuk di sekitar garis khatulistiwa karena lemahnya efek coriolis atau gaya putaran bumi, sehingga fenomena tersebut hanya terbentuk pada wilayah di atas 5 derajat lintang utara maupun 5 derajat lintang selatan.
“Namun kali ini terjadi anomali yang dipicu oleh kondisi atmosfer, cuaca, serta dorongan udara dingin. Dari situlah muncul fenomena yang kita kenal sebagai Siklon Senyar di Selat Malaka,” ujar Teuku dalam rapat koordinasi lintas kementerian di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin, 1 Desember 2025.
Pada saat bersamaan, kondisi perairan Selat Malaka yang hangat menghasilkan banyak pembentukan awan hujan. Hal itu membuat Siklon Senyar meski berada pada kategori terendah tetap mampu menimbulkan dampak bencana yang sangat besar.
Teuku menjelaskan bahwa siklon tersebut terperangkap di antara dataran tinggi Sumatera dan Semenanjung Malaysia, sehingga terus berputar di area itu dan memicu hujan lebat selama lebih dari dua hingga tiga hari.
“Di Pos Langsa tercatat curah hujan 380 milimeter, setara hujan satu bulan yang turun hanya dalam satu hari,” kata Teuku. “Kita bisa membayangkan betapa dahsyatnya dampak yang ditimbulkan Taifun Senyar tersebut.”
Teuku juga mengingatkan adanya potensi kemunculan bibit siklon selama periode libur Natal dan Tahun Baru di wilayah selatan Indonesia. Bibit siklon bisa saja muncul kemudian menghilang, namun dalam beberapa kasus dapat berkembang menjadi siklon penuh.
“Daerah yang harus diwaspadai terkait kemungkinan tumbuhnya bibit siklon hingga berkembang menjadi siklon meliputi Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa, Bali, NTB, NTT, Maluku, serta Papua bagian Selatan dan Tengah. Dampaknya bisa bersifat langsung maupun tidak langsung,” kata Kepala BMKG.





