Sekilas.co – Bau menyengat dari tumpukan sampah kini menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian warga Tangerang Selatan (Tangsel) dalam sepekan terakhir. Sampah yang tak kunjung diangkut terlihat menumpuk di sejumlah titik strategis, mulai dari kolong flyover Ciputat hingga kawasan depan Puskesmas Serpong 1. Kondisi ini tidak hanya mengganggu kenyamanan lingkungan, tetapi juga berdampak langsung pada aktivitas ekonomi warga, mobilitas masyarakat, serta pelayanan kesehatan di wilayah tersebut.
Pantauan di lapangan menunjukkan tumpukan sampah rumah tangga bercampur limbah pasar dan plastik menggunung di kolong flyover Ciputat, tepatnya di Jalan Ir H Juanda. Sampah berjajar memanjang di sisi jalan dan menimbulkan aroma busuk yang menyengat, terutama pada siang hari. Untuk meredam bau, petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel bersama aparat Kecamatan Ciputat dan Kelurahan Cipayung menutup tumpukan sampah tersebut menggunakan terpal berwarna biru pada Minggu (14/12/2025).
Langkah penutupan itu disebut sebagai solusi sementara sambil menunggu proses pengangkutan. Namun, bagi warga sekitar, penanganan tersebut dinilai belum menyentuh akar persoalan. Sampah yang hanya ditutup tanpa diangkut tetap menimbulkan bau dan berpotensi menjadi sumber penyakit.
Agus Warsojeniawan (57), pemilik warung makan yang berlokasi tepat di seberang tumpukan sampah, mengaku penutupan dengan terpal hanya sedikit mengurangi bau, itu pun tidak berlangsung lama. “Sempat ngobrol sama petugas, katanya ini cuma untuk mengurangi dampak bau,” ujar Agus saat ditemui di kolong flyover Ciputat, Minggu (14/12/2025).
Menurut Agus, bau busuk masih kerap tercium, terutama ketika angin berembus dari arah tumpukan sampah menuju warungnya. Aroma tak sedap datang silih berganti, masuk ke dalam ruang usaha, lalu menghilang, sebelum kembali menyengat beberapa saat kemudian. “Ditutup saja, tapi sampahnya tidak diangkut. Kadang kalau ada angin, baunya nyengat ke dalam, habis itu hilang, nanti nyengat lagi,” katanya.
Situasi tersebut membuat pengunjung enggan makan di tempat. Agus menyebut, selama hampir satu pekan terakhir, omzet warung makannya mengalami penurunan cukup signifikan. “Biasanya omzet bisa sampai sekitar Rp 3 juta per hari, sekarang paling sekitar Rp 2,5 juta. Penurunannya kira-kira 20 sampai 30 persen,” ungkapnya. Penurunan pendapatan itu dirasakan cukup memberatkan, terlebih di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Tak hanya bau, tumpukan sampah yang dibiarkan terlalu lama juga memunculkan belatung dan lalat. Belatung terlihat keluar dari sela-sela sampah yang tertutup terpal dan menyebar ke sekitar lokasi. Kondisi ini semakin menambah rasa tidak nyaman, khususnya bagi pelaku usaha makanan. “Belatung sudah ada. Kita orang jualan makanan jadi enggak nyaman, takut juga soal kebersihan,” kata Agus.
Keluhan serupa juga disampaikan warga lain yang melintas maupun bermukim di sekitar kolong flyover Ciputat. Sejumlah pengendara mengaku harus menahan napas saat melintasi kawasan tersebut, sementara warga sekitar khawatir bau dan limbah sampah dapat berdampak pada kesehatan, terutama bagi anak–anak dan lansia.
Di titik lain, yakni di depan Puskesmas Serpong 1, tumpukan sampah yang belum terangkut juga dikeluhkan masyarakat. Keberadaan sampah di sekitar fasilitas layanan kesehatan dinilai ironis karena berpotensi mencemari lingkungan dan mengganggu kenyamanan pasien yang hendak berobat.
Warga berharap Pemerintah Kota Tangerang Selatan segera mengambil langkah konkret dengan mengangkut sampah secara menyeluruh, bukan sekadar menutupnya dengan terpal. Mereka juga meminta pengelolaan sampah dilakukan lebih teratur agar persoalan serupa tidak terus berulang. Hingga kini, warga masih menunggu tindakan lanjutan dari pihak berwenang agar lingkungan kembali bersih dan layak dihuni.





