Sekilas.co – Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dan Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani dipastikan akan ikut serta dalam rangkaian padat agenda internasional di New York, Amerika Serikat, dengan menghadiri sekitar 200 pertemuan bilateral dan sesi penting di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Informasi tersebut disampaikan oleh Direktur Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Tri Tharyat, dalam pengarahan media di Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) New York pada Sabtu. Tri menegaskan bahwa kehadiran para menteri bukan hanya sebagai peserta, melainkan juga aktif berbicara dalam berbagai forum internasional. “Pak Menko Pangan, kemudian Menteri BPKM/Hilirisasi, Menteri HAM, dan Menteri Kesehatan. Jadi para menteri punya kegiatan yang juga sangat padat selama di New York ini dan juga berbicara di berbagai event, di mana tidak hanya kita host, tapi juga co-hosting bersama pihak-pihak lainnya,” jelasnya.
Menurut Tri, Indonesia sebenarnya menerima tidak kurang dari 258 tawaran pertemuan bilateral dari berbagai negara selama Pekan Tingkat Tinggi Sidang Majelis Umum PBB yang berlangsung pada 22–27 September. Namun, karena pertimbangan prioritas dan juga keterbatasan waktu serta lokasi, Kementerian Luar Negeri bersama jajaran terkait hanya memilih sekitar 200 pertemuan untuk dijalankan. “Yang kami identifikasi tadi sore, tidak mungkin semua kita hadiri. Jadi so far hampir 200-an yang kita hadiri dari berbagai negara,” ucap Tri.
Agenda pertemuan itu tersebar dalam berbagai format, mulai dari sesi utama PBB seperti debat umum, side events yang diinisiasi lembaga internasional, hingga pertemuan bilateral yang langsung ditangani Menteri Luar Negeri Retno Marsudi beserta jajaran pendamping dari Kementerian Luar Negeri. Selain itu, sejumlah acara juga diinisiasi sendiri oleh pemerintah Indonesia, baik secara mandiri maupun bersama mitra strategis dari negara lain.
Isu-isu yang dibahas pun sangat beragam dan menyentuh kepentingan global, mulai dari kerja sama bisnis dan ekonomi, masalah pengungsi, hukum perang, senjata nuklir, lingkungan hidup, kesehatan, hingga berbagai topik multilateralisme lainnya. Pertemuan-pertemuan ini digelar tidak hanya di dalam markas besar PBB, tetapi juga di berbagai lokasi di luar markas besar PBB New York yang memang menjadi pusat diplomasi dunia pada pekan ini.
Tri juga menyoroti tingginya tingkat partisipasi negara anggota PBB dalam Sidang ke-80 ini. Dari total 193 negara anggota, sebanyak 145 negara telah mengonfirmasi kehadiran. Rinciannya, 137 negara akan diwakili oleh kepala negara atau kepala pemerintahan, 5 negara diwakili wakil presiden, 3 negara oleh wakil perdana menteri, dan 43 negara lainnya mengirimkan perwakilan setingkat menteri maupun pejabat senior. Menurut Tri, hal ini menunjukkan tingginya perhatian komunitas internasional terhadap isu-isu yang dibahas dalam sidang PBB tahun ini.
Adapun Presiden Prabowo Subianto, sebagai pemimpin delegasi Indonesia, telah tiba di New York pada Sabtu sore melalui Bandara Internasional John F. Kennedy sekitar pukul 16.50 waktu setempat. Kedatangan Prabowo ke New York dilakukan setelah menyelesaikan agenda kunjungan kerja di Osaka, Jepang. Selama di New York, Presiden dijadwalkan menghadiri sejumlah pertemuan bilateral penting serta menyampaikan pidato dalam sesi debat umum Sidang ke-80 Majelis Umum PBB.
Pidato Presiden Prabowo sendiri akan menjadi salah satu sorotan, mengingat ia mendapat giliran berbicara pada urutan ketiga. Pidato tersebut akan disampaikan setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva yang secara tradisi selalu membuka debat umum, kemudian disusul Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai tuan rumah. Kehadiran dan pidato Presiden Prabowo dinilai penting sebagai kesempatan untuk menegaskan sikap Indonesia dalam berbagai isu internasional, sekaligus memperkuat citra Indonesia sebagai negara demokrasi besar dan kekuatan regional di Asia Tenggara.
Dengan agenda yang padat, baik di tingkat kepala negara maupun menteri, keikutsertaan Indonesia di Sidang Majelis Umum PBB kali ini dipandang sebagai momentum penting untuk memperkuat diplomasi, membangun jejaring strategis, serta memperluas kerja sama di bidang politik, ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan isu-isu global lainnya.





