SAMAN Komdigi Dikhawatirkan Membatasi Ruang Kebebasan Berekspresi

foto/istimewa

sekilas.co – Direktur Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Nenden Sekar Arum, menilai bahwa sistem baru dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), yaitu Sistem Administrasi Moderasi dan Aduan Nasional (SAMAN), berpotensi mempersempit ruang sipil serta mendorong praktik sensor yang berlebihan di ruang digital Indonesia.

Nenden menjelaskan bahwa SAMAN sebenarnya telah diperkenalkan sejak awal tahun sebagai salah satu turunan dari penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia menyebut bahwa sistem ini pada dasarnya merupakan perangkat administratif milik Kementerian Komunikasi dan Digital yang dirancang untuk dua fungsi utama, yaitu mekanisme moderasi konten serta instrumen pemberian sanksi.

Baca juga:

Namun demikian, ia mengkritik keras desain regulasi yang menjadi landasan operasional SAMAN. Menurutnya, pemerintah belum memberikan definisi yang jelas dan terukur mengenai kategori konten yang harus diturunkan. “Misalnya mereka memakai frasa meresahkan masyarakat, mengganggu ketertiban umum, dan indikator lain yang sangat karet,” ujarnya saat dihubungi pada Jumat, 21 November 2025.

Frasa-frasa tersebut, kata Nenden, memberikan ruang interpretasi yang sangat luas bagi pemerintah maupun Komdigi sebagai pihak yang memproses laporan dari masyarakat atau lembaga negara. Kekaburan definisi itu, menurutnya, menimbulkan ancaman ganda: baik dari pemerintah maupun dari platform digital. Ancaman denda hingga Rp 500 juta per konten dalam skema SAMAN dapat membuat platform jauh lebih berhati-hati dan cenderung melakukan sensor berlebihan terhadap konten yang dianggap abu-abu. “Padahal bisa saja konten yang dikira meresahkan itu merupakan bentuk aspirasi publik yang sah,” tuturnya.

Selain itu, platform digital juga berpotensi menerapkan self-censorship demi menghindari risiko teguran atau denda dari Komdigi. “Ini berbahaya. Selain pembatasan dari pemerintah, platform pun akhirnya melakukan pembatasan yang berlebihan,” ujarnya.

Nenden menambahkan bahwa kecenderungan penyempitan ruang ekspresi sebenarnya sudah terlihat sebelum SAMAN resmi diterapkan. Permintaan penurunan konten oleh Komdigi kepada platform digital makin sering terjadi, dan dengan hadirnya SAMAN, proses tersebut berpotensi menjadi lebih otomatis dan masif. “Bisa jadi akan semakin banyak permintaan take down konten dari pemerintah kepada platform digital,” kata Nenden.

Ia menilai sistem ini berpotensi kuat menggerus ruang sipil, mempersempit ruang kritik, dan membuat ekspresi digital masyarakat makin mudah dibatasi. Safenet, menurut Nenden, mendorong pemerintah untuk memperjelas definisi konten bermasalah, membuka partisipasi publik dalam proses penyusunan regulasi, serta memastikan mekanisme moderasi tidak berubah menjadi alat kontrol yang menekan kebebasan berekspresi.

Artikel Terkait