sekilas.co – KETUA Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) sekaligus gitaris grup band Padi, Satriyo Yudi Wahono, mengusulkan agar revisi Undang-Undang Hak Cipta mengatur royalti dengan sistem hibrid yang lebih adil. Piyu panggilan Satriyo Yudi Wahono menjelaskan, dengan sistem ini, pencipta lagu tidak perlu lagi menunggu lama untuk mendapatkan hak royaltinya, karena bayaran bisa langsung diterima begitu lagunya dibawakan dalam konser.
“Selama ini kondisi berbanding terbalik, karena para pelaku pertunjukan sudah dibayar sebelum tampil,” kata Piyu saat rapat harmonisasi revisi Undang-Undang Hak Cipta di DPR, Jakarta, Selasa 11 November 2025.
Ia merujuk pada ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2016, yang menyatakan bahwa pembayaran royalti bagi pencipta seharusnya bisa dilakukan secara langsung atau setelah konser selesai.
Menurut Piyu, usulannya sangat penting untuk diakomodasi agar tercipta keadilan, terutama bagi pencipta lagu, sehingga mereka dapat menerima haknya lebih cepat dan tanpa hambatan.
Piyu menambahkan, penerapan sistem hibrid juga bisa mencegah terjadinya proses yang tidak diinginkan saat pembagian royalti antara pencipta dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), lembaga yang mengumpulkan dan menyalurkan royalti.
“Kalau begitu, kami bisa menghindari hal-hal seperti itu. Sehingga penagihan dan distribusi royalti berjalan transparan, clean and clear,” ujar Piyu.
Saat ini, DPR tengah membahas revisi Undang-Undang Hak Cipta melalui Badan Legislasi DPR.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, pernah menyatakan bahwa tim perumus mulai menggelar rapat perdana revisi UU Hak Cipta pada akhir Agustus 2025. Rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan antara DPR, pemerintah, dan perwakilan musikus, artis, serta pencipta lagu.
“Saya sudah memantau, setelah pertemuan itu, besok (27 Agustus 2025) tim perumus akan mengadakan rapat pertama di DPR,” kata Dasco di Kompleks DPR, Selasa, 26 Agustus 2025.





