sekilas.co – SERITAK Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menegaskan bahwa peraturan presiden yang tengah dibahas untuk melindungi ojek online (ojol) harus mengakui status pengemudi sebagai pekerja. Pengakuan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketua SPAI, Lily Pujiati, mengatakan pengakuan tersebut berlandaskan Pasal 1 ayat 15 UU Ketenagakerjaan yang mengatur hubungan kerja dengan tiga unsur: pekerjaan, upah, dan perintah. “Ketiga unsur itu sudah jelas terdapat dalam aplikasi pengemudi yang dibuat oleh perusahaan platform,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Tempo, dikutip Rabu, 29 Oktober 2025.
Lily juga menyinggung Kementerian Ketenagakerjaan yang mewakili Pemerintah Indonesia dalam sesi International Labour Conference (ILC) ke-113 pada Sidang ILO di Jenewa, Juni lalu. Dalam forum itu, pemerintah menyepakati istilah “pekerja platform” untuk tenaga kerja yang bekerja pada ekonomi platform seperti ojol.
Lily menambahkan, Perpres ini wajib mengatur jaminan kerja layak bagi ojol, termasuk hak-hak seperti upah minimum, jam kerja 8 jam, waktu istirahat, upah lembur, THR, cuti haid dan melahirkan. Selain itu, perlu diatur jaminan sosial, hak mendirikan serikat pekerja, perundingan kerja bersama, serta perlindungan terhadap suspend atau putus mitra sepihak.
“Untuk pelaksanaan Perpres ini harus ada pengawasan dan mekanisme penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan agar hak pengemudi ojol sebagai pekerja terjamin sepenuhnya,” ujarnya.
Selain pengawasan, Lily menekankan bahwa aturan ini harus memuat sanksi tegas bagi perusahaan platform yang melanggar. Ia menyebut pengalaman aturan Bonus Hari Raya Ojol sebelumnya sering dilanggar dan diakali oleh platform sehingga hak pengemudi, taksol, dan kurir tidak terpenuhi.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengatakan pemerintah sedang menyiapkan Perpres untuk memastikan pengemudi ojol memiliki jaminan sosial, termasuk perlindungan terhadap kecelakaan. “Kami ingin memastikan ada jaminan sosialnya,” ujarnya kepada awak media di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025.
Selain itu, Yassierli menegaskan aturan ini juga bertujuan memastikan transparansi hubungan kerja antara perusahaan dan pengemudi ojol. Hubungan kerja keduanya harus setara. “Kami ingin memastikan adanya transparansi hubungan kerja,” katanya.





