DPR Mulai Bahas Putusan MK Terkait Pemisahan Pemilu dan Pilkada

foto/istimewa

sekilas.co – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat tertutup bersama sejumlah pemangku kepentingan untuk membahas putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan pemisahan pemilihan umum di tingkat nasional dan daerah.

Wakil Ketua Komisi Bidang Pemerintahan, Dede Macan Yusuf, menyampaikan bahwa rapat ini dipimpin langsung oleh pimpinan DPR sebagai bagian dari konsultasi terkait akomodasi Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Baca juga:

Pertemuan tersebut dihadiri oleh pimpinan Komisi III DPR, pimpinan Badan Legislasi, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

“Kami membahas dari berbagai peninjauan, termasuk sumber-sumber gugatan yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil,” ujar Dede saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Senin, 30 Juni 2025.

Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan bahwa pertemuan perdana ini masih berada pada tahap awal penjaringan pendapat. “Ada beberapa hal yang cukup panjang kami perdebatkan. Dalam konteks ini, pemisahan sebenarnya merupakan keputusan MK tahun 2019, yang artinya sudah bersifat final and binding. Sekarang, permintaan juga mencakup pemisahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),” tuturnya.

Sejauh ini, Dede menilai bahwa putusan MK akan diakomodasi melalui perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan DPRD selama 2 hingga 2,5 tahun. Akibatnya, sejumlah undang-undang lain juga akan mengalami perubahan. Dede menyebut, putusan MK akan merombak Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Otonomi Khusus, hingga Undang-Undang Partai Politik.

Menurut Dede, perubahan yang kompleks ini menjadi perhatian bagi partai politik, DPR, dan kementerian atau lembaga teknis. “Oleh karena itu, tadi kami sepakat masing-masing komisi akan melakukan kajian akademik terlebih dahulu. Hasil kajian akademik itu akan diserahkan pada pertemuan selanjutnya dalam rapat konsultasi bersama pimpinan DPR dengan berbagai lembaga,” ujarnya.

Sehingga saat ini, DPR bersama Badan Keahlian Dewan akan menyusun kajian akademik terlebih dahulu untuk mencermati putusan MK.

Pada Kamis, 26 Juni 2025, MK memutuskan bahwa pemilu di tingkat nasional harus diselenggarakan terpisah dari pemilu di tingkat daerah atau kota (pemilu lokal). MK menetapkan bahwa pemilu lokal dilaksanakan paling cepat 2 tahun dan paling lambat 2,5 tahun setelah pemilu nasional.

Pemilu nasional mencakup pemilu anggota DPR, DPD, serta pemilihan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan pemilihan kepala serta wakil kepala daerah.

Dengan putusan ini, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029. “Penentuan keserentakan dilakukan untuk mewujudkan pemilu berkualitas serta mempertimbangkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam menyalurkan hak pilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa pemilu nasional yang berdekatan dengan pemilu lokal menyebabkan minimnya waktu bagi masyarakat untuk menilai kinerja pemerintahan melalui hasil pemilu nasional. Dalam rentang waktu yang sempit itu, hakim menilai pelaksanaan pemilu serentak membuat isu pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah sorotan isu nasional.

Artikel Terkait